Kalimatdefinisi seringkali mengggunakan konjungsi adalah, ialah, yakni, merupakan, dan yaitu. Perhatikan contoh-contoh kalimat definisi berikut ini. 1) Paus adalah satu dari sekian banyak mamalia air yang istimewa. 2) Wayang adalah seni pertunjukan yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya asli Indonesia.
WayangWong digolongkan ke dalam bentuk drama seni tari tradisional. Wayang Wong merupakan sebuah pertunjukan Wayang yang pelaku-pelakunya dimainkan oleh manusia. Pertunjukkan Wayang Orang tidak terlepas dari berbagai elemen antara lain gerak tari, kostum penari, irama gamelan, tembang, dialog hingga make up yang kesemuanya menyatu menjadi
Wayangadalah seni pertunjukan yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya asli Indonesia. Wayang kulit dilihat dari umur, dan gaya pertunjukannya pun dibagi lagi menjadi bermacam jenis . Wayang wong adalah salah satu pertunjukan wayang yang diperankan langsung oleh orang. Wayang golek adalah jenis wayang yang mempertunjukkan boneka kayu.
MenurutR.M Soedarsono. Wayang Wong adalah salah satu jenis teater tradisional Jawa yang merupakan gabungan antara seni drama yang berkembang di Barat dengan pertunjukan wayang yang tumbuh dan berkembang di Jawa. Jenis kesenian ini pada mulanya berkembang terutama di lingkungan kraton dan kalangan para priyayi (bangsawan) Jawa. Menurut Wikipedia.
Apakahfungsi pola lantai dalam pertunjukan Tari. Question from @DindaLestari111 - Sekolah Menengah Pertama - Seni. Register ; Sign In . DindaLestari111 @DindaLestari111. May 2019 2 29 Report. Apakah fungsi pola lantai dalam pertunjukan Tari . indramaulana1257 Sebagai seni agar tarian menjadi lebih bagus . 14 votes Thanks 26. yuni799 Menata
Orangorangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat Alasan Mengapa Orang Jawa Senang Melihat Pertunjukan Wayang Kulit. Tapanuli
karenawayang wong merupakan pertunjukan cerita wayang yg diperankan manusia yg didalamnya terdapat dialog dialog dengan porsi yg lebih banyak dari pada tariannya Makasih bro, jawaban anda sangat membatu Iklan piolaa Karena wayang adalah gambaran dari tokoh-tokoh yang seperti watak manusia Iklan rifai2000
eyy0F5. Pertunjukan Wayang Wong yang disajikan secara lengkap adalah pertunjukan drama tari akbar. Pada masa puncaknya di bawah pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII 1921-1239, sebuah pertunjukan Wayang Wong di Keraton Yogyakarta mampu melibatkan 300 sampai 400 penari, dipentaskan selama tiga sampai empat hari berturut-turut dari pukul sampai tanpa istirahat, menarik sekitar penonton tiap harinya, menghabiskan biaya gulden untuk produksi, dan gulden untuk pembuatan busana. Sebagai perbandingan, gaji tertinggi seorang Abdi Dalem pada masa itu hanyalah 150 gulden sebulan. Awal Mula Wayang Wong Di Jawa, Wayang Wong atau Wayang Orang berkembang bersama dengan wayang kulit. Keduanya saling memengaruhi satu sama lain. Keberadaan drama tari yang mengisahkan cerita wayang telah disebutkan pada prasasti Wimalasmara di Jawa Timur yang berangka tahun 930 Masehi. Prasasti tersebut menyebutkan istilah wayang wwang. Dalam bahasa Jawa Kuno Kawi, wayang berarti bayangan dan wwang berarti manusia. Fragmen Wayang Wong Pregiwa, dokumentasi Kassian Cephas, Photography in the Service of The Sultan/KITLV Drama tari yang berasal dari Mataram Kuno di Jawa Tengah ini kemudian dilestarikan oleh kerajaan-kerajaan penerusnya seperti Kediri, Singasari, dan Majapahit. Ketika Kerajaan Mataram Islam dibagi menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pada tahun 1755, Sri Sultan Hamengku Buwono I 1755-1792 sebagai pendiri dan raja pertama Kesultanan Yogyakarta menggubah dan mencipta ulang kesenian tersebut. Di Yogyakarta, Wayang Wong ditempatkan pada posisi terhormat. Wayang Wong menjadi pertunjukan ritual kenegaraan dan untuk merayakan upacara-upacara penting seperti ulang tahun penobatan dan pernikahan anak Sultan. Pergelaran Wayang Wong pertama di Yogyakarta diperkirakan diselenggarakan tahun 1757 dengan mengangkat lakon Gandawardaya, sebuah carangan cabang cerita dari kisah Mahabharata. Pada saat itu, pertunjukan masih menggunakan pola pertunjukan wayang kulit. Panggung berbentuk sempit tetapi panjang dan pergerakan pemainnya menggunakan pola dua dimensi. Wayang Wong lakon Jaya Semadi, dokumentasi Kassian Cephas, Photography in the Service of The Sultan/KITLV Perkembangan Wayang Wong Sri Sultan Hamengku Buwono V 1823-1855 yang terkenal memiliki perhatian besar pada seni dan budaya memberi andil besar bagi perkembangan Wayang Wong. Bahkan terdapat babad yang menceritakan bahwa beliau ditemani oleh Pangeran Mangkubumi, adiknya yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono VI, menari bersama dalam sebuah pertunjukan Wayang Wong. Pada masa pemerintahannya, Wayang Wong dipentaskan sedikitnya lima kali. Pada masa ini pula dilakukan pengembangan penulisan Serat Kandha yang telah dimulai sejak era Sri Sultan Hamengku Buwono I. Serat Kandha adalah teks cerita yang dibacakan oleh pemaos kandha pembaca cerita dalam pertunjukan Wayang Wong. Pada masa ini penari Wayang Wong diklasifikasikan menjadi tiga, ringgit gupermen, ringgit encik, dan ringgit cina. Kata ringgit berarti wayang, atau penari Wayang Wong. Gupermen berarti pemerintahan, mengacu pada kata dari Bahasa Belanda gouverment yang diucapkan dengan lidah Jawa. Encik berarti orang Timur Asing, merujuk ke warga negara asing non-Eropa. Cina merujuk kepada orang-orang berkebangsaan Cina. Wayang Wong lakon Jaya Semadi, dokumentasi Kassian Cephas, Photography in the Service of The Sultan/KITLV Klasifikasi ini kemungkinan dibuat untuk membagi Wayang Wong berdasar kualitas dan lokasi pertunjukan. Ringgit gupermen digelar di Tratag Bangsal Kencana dan digunakan sebagai upacara kenegaraan yang biasa dihadiri oleh kalangan istana serta orang-orang Belanda di pemerintahan. Ringgit encik digelar di Bangsal Trajumas. Sedang ringgit cina yang memiliki kualitas penari paling rendah digelar di Bangsal Kemagangan. Klasifikasi ini sejalan dengan hierarki sosial pada masa itu yang menempatkan orang-orang Belanda dan istana di lapisan pertama, orang-orang Arab dan India di lapis kedua, dan orang-orang Cina di lapisan paling bawah. Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII 1877-1921, pertunjukkan Wayang Wong diperlengkap dengan Serat Pocapan. Serat Pocapan adalah teks dialog dari masing-masing tokoh yang dipentaskan. Teks ini tidak dibawa saat pentas, namun hanya digunakan saat latihan saja. Pada tahun 1918, dua putra Sri Sultan Hamengku Buwono VII, GPH Tejokusumo dan BPH Suryodiningrat, mendirikan perkumpulan Kridha Beksa Wirama. Perkumpulan ini menandai keluarnya ilmu tari dari dalam benteng keraton. Sebagai imbas dari kebijakan ini, banyak masyarakat yang menguasai tari keraton dan persediaan penari untuk pementasan Wayang Wong makin bertambah banyak. Perkembangan Wayang Wong mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII 1921-1939, bahkan beliau dikenal sebagai pelindung besar Wayang Wong. Pada masa ini, ada sebelas pertunjukan Wayang Wong yang digelar secara besar-besaran. Di antaranya adalah lakon bersambung Mintaraga dan Samba Sebit yang digelar selama empat hari untuk merayakan perkawinan beberapa putri Sultan. Berbagai pembaruan dilakukan pada masa ini. Tata busana dirancang mengacu pada pakaian yang digunakan karakter di wayang kulit. Pada masa sebelumnya busana penari banyak dipinjam dari pakaian prajurit. Karakterisasi para tokoh juga disempurnakan, termasuk kelengkapan pentas yang dibuat menjadi lebih realis. Selain itu, dilakukan juga penciptaan gerak khusus bagi tokoh-tokoh kera. Bahkan pergelaran yang sebelumnya hanya dilakukan sampai sore pukul diperpanjang sampai pukul karena telah munculnya penerangan dari listrik. Selepas pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII 1921-1939, Wayang Wong di Keraton Yogyakarta mengalami kemunduran. Berkecamuknya Perang Dunia II dan masa pendudukan Jepang memperburuk kondisi keraton dan masyarakat di berbagai aspek kehidupan. Sejak saat itu, tidak ada lagi pementasan Wayang Wong secara besar-besaran. Namun begitu, Wayang Wong tetap lestari walau hanya dipentaskan dalam fragmen-fragmen pendek oleh perkumpulan-perkumpulan dan sekolah tari. Bahkan Kridha Beksa Wirama membawa pertunjukkan ini ke luar keraton dan mulai menampilkan penari putri untuk membawakan tokoh-tokoh putri. Sebelumnya, seluruh peran Wayang Wong dibawakan oleh penari pria, baik itu tokoh putra maupun tokoh putri. Pertunjukan Wayang Wong lakon Gandawardaya di Bangsal Pagelaran, November 2019. Peran Wayang Wong bagi Keraton Yogyakarta Bagi Keraton Yogyakarta, Wayang Wong bukan sekadar pertunjukan kesenian belaka. Sebagai ritual kenegaraan, Wayang Wong merupakan sarana legitimasi kekuasaan. Mencipta kembali dan mementaskan Wayang Wong tidak lama setelah berdirinya kesultanan yang baru dapat diartikan sebagai salah satu upaya Sri Sultan Hamengku Buwono I menunjukkan keabsahannya sebagai penerus raja-raja Jawa. Sebagaimana tari gaya Yogyakarta yang lain, belajar dan berlatih Wayang Wong juga merupakan sarana pendidikan jiwa dan tata krama. Tidak heran apabila banyak peran-peran penting dalam pementasan Wayang Wong dimainkan oleh putra-putra Sultan sendiri. Bahkan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII selalu menasehati putra-putranya untuk mengasah kemampuan menari. Bahkan ketika pemerintah kolonial makin menekan Kesultanan Yogyakarta pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, keraton menggunakan Wayang Wong sebagai strategi kebudayaan dalam menghadapi tekanan tersebut. Karena terhimpit secara militer dan politik administratif, Sultan menggelar banyak pementasan Wayang Wong secara akbar untuk menunjukkan kebesarannya sebagai seorang raja. Daftar Pustaka Dewan Kesenian Propinsi DIY. 1981. Mengenal Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Yogyakarta Departemen P & K. Pramutomo, RM. 2009. Tari, Seremoni, dan Politik Kolonial I & II. Solo ISI Press. Soedarsono, RM. 1997. Wayang Wong Drama Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Susanto. 1996. Wayang Wong dan Tahta, Suatu Kajian Tentang Politik Kesenian Hamengku Buwono VIII 1921-1939. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Wibowo, Fred. 2002. Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Yogyakarta Yayasan Bentang Budaya.
Denpasar Antara Bali - Pementasan dramatari wayang wong, salah satu kesenian tradisional Bali, yang mempunyai unsur ritual dan emosional dalam kehidupan masyarakat Pulau Dewata,merupakan warisan sejak abad XVIII. "Kedua unsur itu satu sama lain saling berkaitan, baik tari maupun instrumen pengiringnya gamelan, sebagai ungkapan pengabdian yang tertinggi menghormati para leluhur," kata Ni Nyoman Kasih SST dosen jurusan tari, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia ISI Denpasar, Minggu. Ia melakukan penelitian dan pengkajian terhadap kesenian wayang wong atau wayang orang yang juga berkembang di sejumlah daerah di Nusantara. Wayang wong merupakan satu cabang seni tari klasik dengan pelakunya melibatkan sejumlah seniman, yang menyuguhkan kolaborasi tari, tabuh, tembang dan drama. Nyoman Kasih menjelaskan, pementasan wayang wong di Bali untuk melengkapi kegiatan ritual dalam agama Hindu yang dianut sebagian besar masyarakat setempat merupakan ungkapan bhakti dan "karma marga" untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu umat Hindu dalam menggelar kegiatan ritual berskala besar hingga saat ini masih mementaskan dramatari wayang wong. Pelaku dalam pementasan itu mengenakan topeng, berdialog dalam bahasa Jawa kuno kawi. Jenis kesenian, baik Wayang Wong Parwa maupun Wayang Wong Ramayana, hingga kini masih tergolong sakral, karena pementasannya khusus untuk kelengkapan upacara keagamaan. Nyoman Kasih menambahkan, pementasan wayang wong mengandung arti simbolis, yakni makna filosofis tertentu. Bahkan di Desa Mas, perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, pementasan wayang wong hingga kini dilakukan setiap enam bulan bertepatan dengan Hari Raya Kuningan, rangkaian Hari Raya Galungan guna memperingati kemenangan dharma kebaikan atas adharma keburukan. Hasil penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dan observasi lapangan itu menunjukkan bahwa dramatari wayang wong berawal dari sekitar abad ke XVIII. Pentas wayang wong di Desa Mas dengan upacara di Pura Taman Pule desa setempat mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga jenis kesenian itu dapat digolongkan sebagai tari wali keagamaan. Bentuk gerak dramatari wayang wong di Desa Mas kebanyakan berasal dari gerak tari gambuh, salah satu kesenian yang tergolong paling tua. Instrumen pengiringnya berupa seperangkat gamelan antara lain dua buah kendang "kekrumpungan" suara berbeda, empat buah gender wayang, sebuah kempur kempul dan satu tungguh serangkaian ceng-ceng. Persepsi masyarakat Desa Mas terhadap keberadaan dramatari wayang wong sangat tinggi, sekaligus mempelajari dan melakoninya dengan baik dari satu generasi ke generasi berikutnya dan hingga kini kesenian tersebut dapat dilestarikan. Masyarakat setempat sangat mendukung upaya pelestarian dramatari wayang wong dengan melatih anak-anak dan generasi muda serta adanya bantuan dalam bentuk peralatan maupun pembinaan dari Pemerintah Kabupaten Gianyar dan Pemprov Bali, tutur Ni Nyoman Kasih.*
Bali dikenal dengan obyek pariwisata, seni, dan budayanya yang menawan di seluruh dunia. Provinsi Bali memiliki pantai, gunung dan kesenian yang menjadi daya tarik wisata. Tarian daerah Bali juga resmi terpilih sebagai warisan budaya dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa alias UNESCO. Mengutip laman pada sidang ke-10 yang dilaksanakan 2 Desember 2015 ditetapkan tiga genre tarian dari Bali ke dalam daftar UNESCO Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity Daftar Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan. Tiga genre tarian tersebut masuk dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Artinya, tarian daerah Bali diakui secara internasional. Untuk itu, masyarakat Indonesia diharapkan meningkatkan kesadaran untuk melestarikan budaya dan seni asli daerah. Tiga genre tarian Bali tersebut terdiri dari tarian sakral, tarian semi sakral, dan tarian hiburan. Tarian tradisional Bali memiliki ciri khas seperti penari laki-laki dan perempuan yang memakai kostum tradisional berwarna. Kostum tersebut dilengkapi motif bunga dan fauna. Nama Tarian Bali Sebagian besar tarian daerah Bali terinspirasi dari alam, tradisi masyarakat Bali dan agama. Berikut sembilan tarian Bali yang ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya 1. Sanghyang Dedari PAGELARAN TARI BALI KLASIK UNTUK PEMULIHAN PARIWISATA ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nym/foc. Sanghyang Dedari masuk dalam genre tarian sakral atau tari sanghyang. Tarian Bali ini memperlihatkan penari dalam kondisi kesurupan. Sanghyang Dedari bertujuan mistis dan tidak ditampilkan di depan umum. Tujuan diadakan tari ini untuk melindungi desa dari wabah penyakit, bencana alam, dan bencana lainnya. Sanghyang Dedari adalah tari khas Bali peninggalan kebudayaan pra Hindu. Tarian ini dilakukan oleh dua orang gadis yang masih dianggap suci. Tari Sanghyang Dedari uniknya tidak diiringi alunan musik, melainkan oleh grup penyanyi yang menyanyikan lagu persembahan kepada dewa. 2. Rejang Rejang masuk dalam tarian Bali sakral. Tarian ini ditampilan ketika upacara keagaman yang diadakan di Pura Merajan atau Sanggah. Rejang tidak berkaitan dengan tempat atau komposisi penari pedum karang seperti tarian Bali lainnya. Tarian ini lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Ketika upacara adat Pengider Buana, para penari Rejang akan mengelilingi sajen mengikuti pradaksina. 3. Baris Upacara Tari Bali ini tidak memiliki lakon atau cerita. Baris upacara ditampilkan untuk ditunjukkan kepada Dewa Yadnya. Ketika upacara, tari Bali ini menjadi simbol Widyadara, Apsara sebagai pengawal Ida Berata. Baris upacara menjadi tarian untuk menyambut kedatangan para dewa. 4. Topeng Sidhakarya Tarian Bali ini tampilkan di akhir acara, sebagai tanda bahwa tari sakral telah selesai. Dalam upacara keagamaan tradisi hindu di Bali, Topeng Sidhakarya menjadi pelengkap acara. Tarian ini bertujuan untuk kesempurnaan dan kesuksesan sebuah yadnya. 5. Dramatari Gambuh Tarian Bali ini menjadi pengiring upacara di Pura. Dramatari Gambuh termasuk tari lakon tertua di tarian Bali. Para penari menggabungkan unsur seni, drama, musik, dialog, dan tembang. Dramatari Gambuh ditampilkan ketika upacara besar di Bali. 6. Dramatari Wayang Wong Tari ini merupakan perwujudan dari tarian cerita di Bali. Tarian ini perpaduan dari drama, musik, dan tari. Dramatari Wayang Wong termasuk cabang seni pertunjukan klasik. Tarian ini masuk kesatuan dari tari, tabuh, tembang, dan drama. Pertunjukan seni drama tarian Bali ini mengambil cerita Ramayana. 7. Legong Kraton Legong Kraton termasuk tari klasik yang menceritakan kisah zaman dahulu, seperti cerita Prabu Lasem yang diperankan tiga wanita muda. Salah satu penari berperan sebagai Condong dan lainnya menjadi Legong. 8. Barong Ket Barong adalah salah satu tarian peninggalan kebudayaan Pra-Hindu. Dalam bahasa Sansekerta, barong berasal dari kata bharwang atau beruang. Dalam kehidupan masyarakat Bali, beruang jarang dijumpai dan menjadi makhluk mitologi. Barong dianggap sebagai pelindung dan memiliki kekuatan gaib. Penari memakai topeng barong berwarna merah yang menjadi simbol Dewa Brahma. Ada yang memakai topeng warna hitam perwujudan Dewa Wisnu. Ada juga topeng putih yang menjadi simbol Dewa Iswara. Perbedaan barong dan barong ket terletak pada bentuk topengnya. Topeng barong berbentuk wajah manusia dan memiliki warna berbeda. Sedangkan topeng barong ket lebih menyerupai hewan. 9. Joged Bumbung Dinamakan Joged Bumbung karena tarian diiringi musik gamelan bumbung bamboo. Para penari awalnya menari sendiri yang disebut ngelembar. Setelah itu, para penari akan mencari pasangan seorang laki-laki yang dipilih dari penonton. Penari bisa berganti-ganti pasangan untuk menari. Tarian ini hampir sama dengan tari gandrung dari Banyuwangi. Tari Kecak TARI KECAK ULUWATU DIBUKA KEMBALI ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/wsj. Meskipun tidak masuk dalam jajaran warisan budaya dunia menurut UNESCO, Tari Kecak termasuk tarian populer yang sering ditampilkan dihadapan wisatawan, sekaligus bagian dari obyek wisata. Tari Kecak menceritakan tentang Ramayana dengan penari utama adalah laki-laki. Di bagian belakang ada penari laki-laki yang duduk dan berbaris melingkar. Mereka akan menari sesuai irama dan menyeruat kata "cak" sambil mengangkat kedua lengan. Para lelaki yang menari ini menggambarkan peristiwa Ramayana, ketika barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Tari Kecak termasuk tarian ritual sanghyang atau tarian sakral.
mengapa wayang wong termasuk dalam pertunjukan drama tari